
Kabupaten Sintang |
SEJARAH Kabupaten Sintang dimulai ketika Demong Irawan yang bergelar |
Jubair I pada tahun 1385 mendirikan Kerajaan Senentang, yang berarti |
sungai- sungai dengan arus berlawanan. Kerajaan ini terletak di daerah |
apitan Sungai Kapuas dan Sungai Melawi dengan anak-anak sungainya. |
Bekas istana kerajaan yang akhirnya dikenal dengan nama Kerajaan Sintang |
ini pada tahun 1938 direnovasi, lalu dialihfungsikan menjadi museum |
dengan nama Museum Dara Juanti. Museum yang memajang semua |
peninggalan kerajaan ini mampu memperkaya khasanah pariwisata |
Kabupaten Sintang. |
Potensi pariwisata Kabupaten Sintang amat beragam. Selain wisata sejarah, |
kabupaten yang berjarak 395 kilometer dari Kota Pontianak ini juga memiliki pesona alam yang |
indah. Wilayahnya yang berbukit dan penuh hutan memberikan keuntungan yang tidak sedikit. Di |
daerah ini ada Bukit Kelam yang terkenal dengan lereng batunya, Hutan Wisata Baning yang |
terletak di tengah kota dengan aneka ragam anggrek dan kantung semar. Begitu pula air terjun |
Nokanayan serta Taman Nasional Bukit Baka dengan rumah-rumah panjang khas Suku Dayak |
yang disebut Rumah Betang. |
Obyek pariwisata kabupaten ini mendapat keuntungan ganda dari hutan belantara yang |
dimilikinya. Sebagai bagian dari Pulau Kalimantan dengan identitas hutan tropis yang lebat, |
Sintang juga sarat dengan hutan yang luas. Lebih dari dua pertiga total lahan kabupaten seluas |
3,23 juta hektar ini adalah hutan. Selain hutan lindung dengan keragaman hayatinya, Sintang |
memiliki 1,4 juta hektar hutan produksi yang bernilai ekonomis. Saat ini terdapat empat |
perusahaan pemegang hak pengusahaan hutan (HPH) yang beroperasi di areal hutan |
produksinya. |
Tahun lalu para pemegang HPH ini membabat 24.800 hektar hutan produksi kayu bulat. Secara |
langsung kas daerah mendapatkan pemasukan dari retribusi daerah yang dikenakan menurut |
jenis kayu berdasar pada jumlah produksi. Sedangkan untuk jenis pungutan lain seperti Provisi |
Sumber Daya Hutan (PSDH), Iuran Hasil Pengusahaan Hutan (IHPH), dan berbagai jenis |
pungutan lainnya dikelola oleh pemerintah pusat. Sementara bagi masyarakat, di samping kayu |
bulat, produk hutan yang dimanfaatkan untuk mendapatkan nafkah adalah rotan, getah damar, |
kulit kayu, dan bambu. |
Potensi kabupaten yang tahun 1999 mempunyai pendapatan per kapita Rp 1,9 juta ini kurang |
mendapatkan daya dukung dari prasarana jalan. Jalan darat, baik di dalam kabupaten maupun |
jalan provinsi, banyak yang rusak. Perjalanan dari Sintang ke Putussibau, ibu kota Kabupaten |
Kapuas Hulu atau dari Sintang ke Kabupaten Sanggau terjadi kerusakan yang parah di sepanjang |
ruas jalan. Kerusakan jalan ini sedikit banyak menimbulkan gangguan yang cukup berarti |
terhadap arus distribusi barang ke dalam dan ke luar kabupaten. |
*** |
Kabupaten Sintang berdasarkan kegiatan ekonominya dapat digolongkan sebagai daerah agraris. |
Sektor pertanian dengan subsektor kehutanan memberikan kontribusi terbesar senilai Rp 454,8 |
milyar. Menurut teksturnya, tanah kabupaten ini berjenis podsolik yang bersifat masam dan |
kandungan unsur hara di bawah lapisan permukaan rendah. Tekstur seperti ini lebih sesuai untuk |
tanaman tahunan atau tanaman perkebunan. |
Pertanian perkebunan merupakan sistem pertanian yang secara tradisional dikenal masyarakat |
Sintang, selain ladang berpindah. Sejak dulu masyarakat sudah bertanam karet dan lada. Sampai |
saat ini, dua jenis tanaman itu masih menjadi andalan bagi 34.000 kepala keluarga penduduk |
Sintang. |
Jenis tanaman perkebunan yang berkembang pesat adalah kelapa sawit. Jika tanaman karet dan |
lada sebagian besar merupakan perkebunan rakyat, kelapa sawit banyak diusahakan oleh |
perkebunan swasta besar. Luas lahan kelapa sawit tahun 1995 tercatat 16.000 hektar. Lima |
tahun kemudian luasnya sudah dua kali lipat menjadi 34.835 hektar. Tetapi, kenaikan areal |
perkebunan di kabupaten yang berbatasan langsung dengan Serawak ini mengakibatkan |
penurunan yang tajam pada areal hutan produksi yang dapat dikonversi. |
Daya tarik Sintang di mata investor perkebunan memang cukup besar. Tahun ini tercatat ada 53 |
perusahaan yang mengajukan izin untuk mendapatkan pengusahaan lahan perkebunan, tetapi di |
lapangan hanya 12 perusahaan yang konsisten membuka lahan. Selebihnya banyak yang |
menelantarkan lahannya. |
Hasil perkebunan setidaknya menjadi motor penggerak sektor perdagangan. Tahun 1999, nilai |
kegiatan ekonominya Rp 228,8 milyar. Bahan olah karet rakyat (bokar) petani dijual ke pabrik |
kilang karet ( |
crumb rubber |
) milik PT Perkebunan Negara XIII yang berada di Sintang atau diolah |
di pabrik kilang karet yang ada di Pontianak. Sedangkan komoditas lada, baik lada hitam maupun |
lada putih, dijual melalui pedagang pengumpul yang langsung membeli dari petani. Komoditas ini |
banyak dipasarkan di Serawak, terutama di daerah dekat perbatasan. Di Sintang juga berdiri |
pabrik |
crude palm oil |
(CPO) yang mengolah buah sawit. |
Alam yang tidak menguntungkan untuk sistem pertanian sawah bukan berarti tanaman pangan |
tidak berkembang. Petani Sintang yang dahulu mengenal sistem berladang untuk bertanam padi, |
sekarang sudah banyak yang bertani sawah. Padi sawah yang tahun 1993 hanya ditanam di |
sembilan hektar, tahun 1999 sudah menjadi 29,3 hektar dengan produksi 67 ton. Sedangkan |
padi ladang yang ditanam di lahan seluas 25,6 hektar, sudah menghasilkan padi 39 ton. Petani di |
kabupaten yang termasuk penerima transmigran terbesar di Kalimantan Barat ini juga bertanam |
sayur-sayuran, palawija, dan umbi-umbian di tanah pertaniannya yang tidak subur. |
|
|
|
|
|
1 komentar:
thanks y buat artikelny..aku jadi tahu mengenai sejarah kota Sintang.
hidup Sintang...!!!???
Posting Komentar