Rabu, 29 Oktober 2008

Kabupaten Sintang


Kabupaten Sintang

SEJARAH Kabupaten Sintang dimulai ketika Demong Irawan yang bergelar

Jubair I pada tahun 1385 mendirikan Kerajaan Senentang, yang berarti

sungai- sungai dengan arus berlawanan. Kerajaan ini terletak di daerah

apitan Sungai Kapuas dan Sungai Melawi dengan anak-anak sungainya.

Bekas istana kerajaan yang akhirnya dikenal dengan nama Kerajaan Sintang

ini pada tahun 1938 direnovasi, lalu dialihfungsikan menjadi museum

dengan nama Museum Dara Juanti. Museum yang memajang semua

peninggalan kerajaan ini mampu memperkaya khasanah pariwisata

Kabupaten Sintang.

Potensi pariwisata Kabupaten Sintang amat beragam. Selain wisata sejarah,

kabupaten yang berjarak 395 kilometer dari Kota Pontianak ini juga memiliki pesona alam yang

indah. Wilayahnya yang berbukit dan penuh hutan memberikan keuntungan yang tidak sedikit. Di

daerah ini ada Bukit Kelam yang terkenal dengan lereng batunya, Hutan Wisata Baning yang

terletak di tengah kota dengan aneka ragam anggrek dan kantung semar. Begitu pula air terjun

Nokanayan serta Taman Nasional Bukit Baka dengan rumah-rumah panjang khas Suku Dayak

yang disebut Rumah Betang.

Obyek pariwisata kabupaten ini mendapat keuntungan ganda dari hutan belantara yang

dimilikinya. Sebagai bagian dari Pulau Kalimantan dengan identitas hutan tropis yang lebat,

Sintang juga sarat dengan hutan yang luas. Lebih dari dua pertiga total lahan kabupaten seluas

3,23 juta hektar ini adalah hutan. Selain hutan lindung dengan keragaman hayatinya, Sintang

memiliki 1,4 juta hektar hutan produksi yang bernilai ekonomis. Saat ini terdapat empat

perusahaan pemegang hak pengusahaan hutan (HPH) yang beroperasi di areal hutan

produksinya.

Tahun lalu para pemegang HPH ini membabat 24.800 hektar hutan produksi kayu bulat. Secara

langsung kas daerah mendapatkan pemasukan dari retribusi daerah yang dikenakan menurut

jenis kayu berdasar pada jumlah produksi. Sedangkan untuk jenis pungutan lain seperti Provisi

Sumber Daya Hutan (PSDH), Iuran Hasil Pengusahaan Hutan (IHPH), dan berbagai jenis

pungutan lainnya dikelola oleh pemerintah pusat. Sementara bagi masyarakat, di samping kayu

bulat, produk hutan yang dimanfaatkan untuk mendapatkan nafkah adalah rotan, getah damar,

kulit kayu, dan bambu.

Potensi kabupaten yang tahun 1999 mempunyai pendapatan per kapita Rp 1,9 juta ini kurang

mendapatkan daya dukung dari prasarana jalan. Jalan darat, baik di dalam kabupaten maupun

jalan provinsi, banyak yang rusak. Perjalanan dari Sintang ke Putussibau, ibu kota Kabupaten

Kapuas Hulu atau dari Sintang ke Kabupaten Sanggau terjadi kerusakan yang parah di sepanjang

ruas jalan. Kerusakan jalan ini sedikit banyak menimbulkan gangguan yang cukup berarti

terhadap arus distribusi barang ke dalam dan ke luar kabupaten.

***

Kabupaten Sintang berdasarkan kegiatan ekonominya dapat digolongkan sebagai daerah agraris.

Sektor pertanian dengan subsektor kehutanan memberikan kontribusi terbesar senilai Rp 454,8

milyar. Menurut teksturnya, tanah kabupaten ini berjenis podsolik yang bersifat masam dan


kandungan unsur hara di bawah lapisan permukaan rendah. Tekstur seperti ini lebih sesuai untuk

tanaman tahunan atau tanaman perkebunan.

Pertanian perkebunan merupakan sistem pertanian yang secara tradisional dikenal masyarakat

Sintang, selain ladang berpindah. Sejak dulu masyarakat sudah bertanam karet dan lada. Sampai

saat ini, dua jenis tanaman itu masih menjadi andalan bagi 34.000 kepala keluarga penduduk

Sintang.

Jenis tanaman perkebunan yang berkembang pesat adalah kelapa sawit. Jika tanaman karet dan

lada sebagian besar merupakan perkebunan rakyat, kelapa sawit banyak diusahakan oleh

perkebunan swasta besar. Luas lahan kelapa sawit tahun 1995 tercatat 16.000 hektar. Lima

tahun kemudian luasnya sudah dua kali lipat menjadi 34.835 hektar. Tetapi, kenaikan areal

perkebunan di kabupaten yang berbatasan langsung dengan Serawak ini mengakibatkan

penurunan yang tajam pada areal hutan produksi yang dapat dikonversi.

Daya tarik Sintang di mata investor perkebunan memang cukup besar. Tahun ini tercatat ada 53

perusahaan yang mengajukan izin untuk mendapatkan pengusahaan lahan perkebunan, tetapi di

lapangan hanya 12 perusahaan yang konsisten membuka lahan. Selebihnya banyak yang

menelantarkan lahannya.

Hasil perkebunan setidaknya menjadi motor penggerak sektor perdagangan. Tahun 1999, nilai

kegiatan ekonominya Rp 228,8 milyar. Bahan olah karet rakyat (bokar) petani dijual ke pabrik

kilang karet (

crumb rubber

) milik PT Perkebunan Negara XIII yang berada di Sintang atau diolah

di pabrik kilang karet yang ada di Pontianak. Sedangkan komoditas lada, baik lada hitam maupun

lada putih, dijual melalui pedagang pengumpul yang langsung membeli dari petani. Komoditas ini

banyak dipasarkan di Serawak, terutama di daerah dekat perbatasan. Di Sintang juga berdiri

pabrik

crude palm oil

(CPO) yang mengolah buah sawit.

Alam yang tidak menguntungkan untuk sistem pertanian sawah bukan berarti tanaman pangan

tidak berkembang. Petani Sintang yang dahulu mengenal sistem berladang untuk bertanam padi,

sekarang sudah banyak yang bertani sawah. Padi sawah yang tahun 1993 hanya ditanam di

sembilan hektar, tahun 1999 sudah menjadi 29,3 hektar dengan produksi 67 ton. Sedangkan

padi ladang yang ditanam di lahan seluas 25,6 hektar, sudah menghasilkan padi 39 ton. Petani di

kabupaten yang termasuk penerima transmigran terbesar di Kalimantan Barat ini juga bertanam

sayur-sayuran, palawija, dan umbi-umbian di tanah pertaniannya yang tidak subur.



by: Pratiwi



1 komentar:

Sintang Town mengatakan...

thanks y buat artikelny..aku jadi tahu mengenai sejarah kota Sintang.
hidup Sintang...!!!???